Catatan Akhir Pekan bersama Gramedia Writing Project

Menjadi satu dari sepuluh penulis terpilih Gramedia Writing Project batch 2 tentunya merupakan sebuah kebanggaan untukku. Bukan hanya kebanggaan, melainkan juga kebahagiaan ketika kami diberi kesempatan untuk mengikuti workshop menulis yang diadakan  selama dua hari, tanggal 21 dan 22 Maret kemarin.

Sesuai jadwal, kami harus berkumpul di gedung Kompas Gramedia pada hari Sabtu pukul tujuh pagi, atau di hotel Amaris pada pukul delapan pagi. Karenanya, kuputuskan pergi dari Bandung pada Jumat sore, dan berencana menginap di tempat seorang teman di Jakarta.

Perjalanan Bandung-Jakarta pada Jumat itu terasa lebih lama daripada seharusnya. Dari Bandung pukul 15:30, tiba di Jakarta pukul 22:30 dan disambut hujan badai. Ya, aku tau, itu masih bagian dari ujian kesabaran, setelah sepanjang perjalanan telingaku disiksa lagu-lagu dangdut dan pop Sunda. Bukannya aku nggak suka. Awal-awal kedengarannya lucu, tapi lama-lama malah eneg dan bikin sakit kepala. Berisik. Aku nggak bisa tidur dalam perjalanan yang melelahkan itu. Pak supir masih tetap menyalakan musik bahkan setelah aku menegurnya untuk menurunkan volume suara musiknya.

Dan syukurnya, ujian kesabaran itu nggak ada apa-apanya dibanding apa yang kudapatkan kemudian.

Baca lebih lanjut

Cinta Akhir Pekan dan Cerita di Baliknya

 

Sebulan sudah berlalu sejak novel Cinta Akhir Pekan beredar di toko buku. Seperti halnya perasaan orangtua melihat bayinya yang baru berusia satu bulan, perasaan itulah yang menyergapku saat berjalan-jalan ke toko buku dan melihat novelku dipajang.

 

cinta akhir pekan 01

Jauh sebelum hari ini, Cinta Akhir Pekan hanyalah sebuah angan, kepingan imajinasi, dan endapan kegelisahan yang kerap menghantui. Sebenarnya, ide untuk menulis novel yang bertema MBA (married by accident) ini sudah mulai kupikirkan sejak tahun 2010. Saat itu, isu tersebut benar-benar mengusikku hingga ke tulang, mengingat aku punya adik perempuan yang baru saja memasuki masa pubertas.

Baca lebih lanjut

[cerpen] Ingkaran

Sad Man Looking Through Window

“Ayolah! Semua orang melakukannya, kenapa kita enggak?” Penolakanku mungkin belum sepadan dengan usahanya yang begitu gigih. “Oke. Begini saja,” bujuknya, “Kamu pilih lagu atau potongan dialog atau suara apa pun yang kamu suka untuk dijadikan proyek-dubsmash-spektakuler-kita…,” Aku buru-buru memotong kalimatnya, “…yang hanya akan kita lakukan di dalam mimpimu saja. Oke?” Dan dia pun menyerah. “Baiklah, baiklah…,” katanya, lalu menyalakan televisi dan mengumpat dalam bahasa Inggris.

Proyek-novel-spektakuler-ku tentu saja seratus lima puluh kali lipat jauh lebih keren dibanding proyek-dubsmash-superkonyol-nya. Kalau harus kukatakan seperti itu. Dan kalau aku punya keberanian untuk mengatakannya. Kami selalu punya pandangan yang berbeda dalam hal apa saja, kecuali sebuah pendapat bahwa makan nasi goreng tanpa acar adalah tindakan paling sia-sia sepanjang peradaban umat manusia. Oh ternyata, hanya dibutuhkan satu kesamaan untuk menyatukan dua orang yang berbeda dalam sebuah ikatan persahabatan.

Ah, tidak. Tidak. Bagaimana bisa aku menyebut persahabatan sebagai sebuah ikatan? Bagaimanapun, kau tak memiliki tanggung jawab penuh atas apa yang terjadi pada hidup sahabatmu. Saat mereka bahagia atau nelangsa, kau hanya perlu ada, itu pun hanya jika mereka menginginkan dirimu berada di sana. Begitu pun sebaliknya, kau boleh lupa kapan tanggal ulang tahun mereka dan bersikap egois seperti lebih memprioritaskan anggota keluargamu dibanding mereka. Kau pun tak perlu marah atau cemburu jika sahabatmu berpaling pada sahabat barunya karena itu tak berarti bahwa mereka tak setia. Itulah kenapa kukatakan bahwa persahabatan bukanlah sebuah ikatan. Sebab ikatan pada dasarnya penuh aturan dan sangat memuakkan.

Baca lebih lanjut

[cerpen] Insomnia

insomnia

Suara-suara itu terdengar tak lebih baik dari dialog dan suara-suara di film porno lokal. Amatir dan menggelikan. Yang membuatku tegang dan sedikit terangsang adalah kenyataan bahwa suara-suara itu berjarak lima belas meter dari apartemenku, dan perempuan yang tinggal di sana berwajah cantik plus bertubuh seksi.

Sekitar dua minggu yang lalu, aku memastikan keberadaan penghuni baru di apartemen bernomor pintu dua angka lebih kecil dari nomor pintu apartemenku itu. Seorang perempuan cantik berusia sekitar akhir dua puluhan yang tampak matang dan menggairahkan. Kebetulan, saat aku keluar untuk membuang sekantong sampah, perempuan itu juga baru keluar dari apartemennya.

Perempuan cantik itu bernama Lisa. Tidak, kami belum sempat berkenalan. Nama itu kudengar dari mulut lelaki yang kerap datang ke apartemennya hampir setiap malam. Kamu cantik sekali, Lisa. Buka bajumu, Lisa! Bokongmu sangat indah, Lisa. Percepat goyanganmu, Lisa! Aku akan keluar, Lisa. Lisa! Lisa! Lis…AAA…!

Dan lelaki yang kerap dipanggil ‘Bapak’ atau ‘Pak’ oleh Lisa ini selalu memprotes dan meminta Lisa untuk memanggil dirinya dengan sebutan ‘Mas’. Awalnya aku tak peduli siapa dan seperti apa lelaki itu, sampai aku bertemu Lisa yang begitu sempurna. Tebakanku tak meleset. Dia memang seorang bandot berduit, dan belakangan kutahu bahwa dia juga seorang pejabat negara.

Baca lebih lanjut

Repetitif

Dear Dadan Erlangga,

Hai, bagaimana malam minggumu semalam? Semoga menyenangkan. Semoga kamu tidak mudah percaya pada langit yang cerah dan tenang, yang seolah-olah tidak akan memuntahkan hujan sehingga kamu tidak punya persiapan–seperti yang kualami semalam. Semoga saat hujan deras itu kamu sedang berada di tempat yang aman, dengan atau pun tanpa seseorang.

Sudah bulan kedua di tahun 2015. Namun rupanya masih saja ada orang-orang yang terjebak dalam masalah lama mereka, masalah yang sama yang terus berulang dan entah sampai kapan.

Pagi tadi aku bertemu dengan ayahmu. Dia selalu terlihat penuh semangat dan minat dalam segala hal. Kami sempat berbincang-bincang sebentar, dan tibalah dia pada sesi curhat tentang masalah yang sedang dialaminya. Lagi-lagi tentang istrinya. Entahlah, ini sudah kali keberapa dia mengeluhkan hal yang sama. Bukannya bosan, aku hanya tidak suka mendengar masalah yang sama dan berulang-ulang. Seakan apa yang terjadi sebelumnya tidak memberinya pelajaran.

Lalu, aku teringat pada orang lain yang selalu terjebak dalam masalah yang sama yang terus berulang. Ia adalah sahabatmu, yang pernah kamu ceritakan kepadaku. Sahabatmu yang jatuh cinta kepada seseorang yang… entahlah, gambaran yang selalu terlihat di benakku tentang lelaki itu adalah, bahwa dia semacam… psikopat. Katakan banyak maaf untuk sahabatmu, tetapi maksudku, lelaki yang akhirnya menjadi pacarnya itu terlalu drama untuk ukuran lelaki perkasa yang beranjak dewasa (?). Maksudku, ya, entahlah, seharusnya hubungan yang sehat dan dewasa itu tidak membawanya pada masalah-masalah sederhana yang dibesar-besarkan hanya karena cemburu, salah paham, keras kepala, dan possesivitas. Aku tidak tahu sebahagia apa hubungan mereka, sebab yang sering ia ceritakan kepadamu hanyalah masalah-masalah yang tengah dihadapinya. Masalah-masalah yang sama yang terus berulang. Dan entah sampai kapan.

Aku sendiri bukan orang yang tak punya masalah. Aku pernah terjebak dalam masalah yang sama yang terus berulang. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya keluar dari masalah sepelik itu. Tapi aku selalu berusaha untuk maju selangkah demi selangkah, sekecil apa pun itu, setiap kali terjebak dalam masalah yang sama yang terus berulang itu. Memang bukan hal yang mudah. Mungkin, hidup memang selalu tentang permasalahan yang sama yang terus berulang dan entah sampai kapan. Dan mungkin, itulah salah satu cara hidup memberi kita pelajaran. Seperti seorang guru memberikan soal yang sama terus-menerus kepada muridnya, sampai muridnya itu bisa menyelesaikannya dengan sempurna, atau setidaknya sebaik yang dia harapkan.

Salam,

Yang Paling Memahamimu

Bulan Baik

Dear Dadan Erlangga,

Apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja.

Kudengar, ada beberapa kabar baik tentangmu di bulan Januari ini. Salah satunya adalah kabar tentang lolosnya kamu dalam sebuah kompetisi menulis yang diadakan oleh sebuah penerbit ternama. Selamat, ya. Semoga itu menjadi awal dari keberhasilan-keberhasilan kamu selanjutnya.

Aku tahu sekeras apa kamu berusaha. Kuharap kamu percaya bahwa kamu memang layak mendapatkannya, dan kamu sanggup melakukan yang terbaik.

Seseorang pernah berkata bahwa apa yang kita lakukan di awal tahun adalah gambaran dari apa yang akan kita lakukan di sepanjang tahun yang sedang berjalan. Entahlah, aku tidak sepenuhnya percaya. Tidak juga mengabaikannya. Aku hanya melihat sisi baiknya. Untuk itu, di bulan Januari ini, aku berusaha melakukan hal-hal baik dan menghindari hal-hal tak baik.

Bagaimana denganmu?

Oh, ya, kurasa kamu pun melakukan hal yang sama. Kalau aku boleh menebak, sepertinya kamu sedang mempersiapkan dan merealisasikan proyek-proyek menulis. Benar begitu?

Kuharap begitu. Karena menulis adalah bagian dari hal-hal yang baik untuk dilakukan. Menulis membuatmu mencari dan menemukan. Menulis membuatmu membaca dan memahami. Menulis membuatmu berpikir dengan otak dan hati. Menulis membuatmu menjadi siapa saja dan mampu melakukan apa saja yang kamu inginkan. Dan menulis membuatmu menjadi seseorang yang lebih baik dalam banyak hal.

Bulan Januari akan segera berakhir. Kuharap kamu akan tetap melakukan hal-hal baik, apa pun itu. Untuk siapa pun itu. Terutama untuk dirimu sendiri. Kamu harus tahu apa yang baik dan tak baik untuk dirimu. Dengan begitu, kamu akan tahu hal baik apa yang bisa kamu berikan dan lakukan untuk orang lain.

Dan semoga ini tidak sekadar menjadi bulan baik, melainkan juga akan menjadi tahun yang baik untukmu.

Salam,
Yang Paling Memahamimu

Sebelum Januari Datang

Hujan baru saja turun ketika dia tengah bermalas-malasan di tempat tidur sambil menonton DVD. Dia harus ke luar sebentar untuk memastikan bahwa tak ada lagi jemuran yang perlu diselamatkan. Hujan selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Dia sering berharap di dunia ini tak pernah ada hujan. Supaya dia tak perlu mem-pause film yang sedang dia tonton hanya untuk mengangkat jemuran. Supaya dia tak perlu membatalkan janji dengan orang-orang yang mengajaknya bertemu di hari hujan.

Seorang temannya mengirim pesan berupa gambar. Gambar berisi tulisan yang pernah dia buat di awal tahun kemarin. Tulisan itu berisi surat cinta yang dia posting di blog untuk temannya yang mengirimkan pesan barusan. Sesaat dia terdiam, membacanya sambil memutar-mutar ingatan.

Beberapa saat kemudian, temannya yang lain mengiriminya pesan. Menanyakan apakah ada tulisan baru di blognya. Dia jawab, tidak ada. Dia sudah sangat jarang menulis di blog. Lalu temannya bilang, ia rindu membaca tulisan baru.

Dia tidak tahu harus menulis apa. Hidupnya masih begitu-begitu saja. Belakangan dia sedang merasa sangat gundah karena sesuatu yang entah apa.

Berita tentang kecelakaan pesawat yang terjadi pada hari Minggu kemarin masih terdengar dan terlihat di berbagai media. Menjadi sisi lain di tengah agenda-agenda keriaan tahun baru semua orang. Dia turut merasakan kesedihan yang dalam tanpa tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tidak akan menyalakan kembang api dan petasan. Tidak juga akan merayakan malam tahun baru dengan bersenang-senang sampai lupa daratan. Tapi itu bukan semata-mata karena dia turut berduka, melainkan karena itulah ritual yang dia jalani setiap tahunnya.

Hidupnya mungkin terlihat sangat membosankan di mata sebagian besar orang. Tetapi tidak bagi dirinya sendiri. Baginya, tak perlu susah-susah mencari kebahagiaan di luar sana jika dia sudah menemukannya di dalam rumah. Sesekali dia akan bepergian cukup jauh bahkan sangat jauh. Hanya untuk membuktikan bahwa perjalanan adalah cara terbaik untuk menghargai betapa berharganya setiap detik yang dia lalui di dalam rumah. Dan berada jauh dari rumah adalah cara terbaik untuk memahami bahwa pulang adalah bagian terbaik dari sebuah perjalanan, dan rumah adalah destinasi paling indah sejauh apapun kakinya melangkah.

Dia memang payah. Ketika semua orang sudah mengunjungi banyak tempat, negara, pantai, gunung, hutan, taman, dan bangunan-bangunan yang menakjubkan; dia masih merasa nyaman duduk bermalas-malasan dengan sebuah novel yang tidak dibaca banyak orang atau sebuah film yang tidak dianggap bagus oleh kebanyakan orang ditemani segelas susu cokelat panas tanpa perasaan cemas. Dia memang payah. Ketika semua orang sudah mengalami ini, itu, dan anu; di masih saja bertahan dengan hidupnya yang begitu-begitu saja tanpa perasaan bersalah.

Hal-hal seperti itu tak pernah membuatnya gundah. Justru sebaliknya. Ya, sekarang agaknya dia tahu kenapa belakangan ini dia merasa sangat gundah. Tanpa sadar, dia telah berjalan pada hidup orang lain dan meninggalkan hidupnya sendiri. Mungkin dia bosan. Atau sedikit khawatir. Tetapi pada akhirnya dia menyadari bahwa hidupnya sendiri jauh lebih menyenangkan dibandingkan hidup orang lain.

Hujan masih turun saat dia memutuskan untuk kembali menjalani hidupnya sendiri. Saat dia mengambil buku dan pulpen untuk menuliskan daftar resolusi, kemudian mencoretnya kembali. Tidak. Dia tidak perlu menulis apa-apa. Dia tidak suka perencanaan. Dia hanya cukup melakukan apa yang ingin dia lakukan.

Ada sesuatu yang harus diselesaikan sebelum Januari datang. Desember. Sebab Januari takkan pernah datang sebelum Desember selesai. Dan Desember sebaiknya diselesaikan dengan sebuah perasaan lega, supaya Januari bisa dimulai tanpa beban apa-apa. Dan perasaan lega hanya bisa dicapai dengan cara melepaskan segala yang tertahan dan terkekang. Harapan-harapan yang takkan tergapai. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dendam dan kebencian. Serta semua kepalsuan.

Tetapi, pada akhirnya, Januari akan tetap datang, dengan ataupun tanpa dia melakukan itu semua.

Tentang Hari Pertama

Hari ini hari pertama masuk sekolah, ya? Tadi liat anak-anak SD lucu-lucu lari sana-sini keliatan seneng banget. Jadi bikin keinget masa-masa hari pertama masuk sekolah dulu.

Cuma sedikit yang masih keinget waktu masuk SD dulu. Pastinya seneng, antusias, tapi juga agak serem. Kayaknya, waktu itu aku harus dianter dan ditungguin Mama selama seminggu. Maklum, aku kan gak masuk TK dulu, dan sejak orok mainnya di rumah melulu.

Waktu SMP udah gak dianter-anter lagi. Malu. Ya iyalah. Hari pertama masuk sekolah agak deg-degan, soalnya BFF-ku waktu SD (halah gaya BFF) beda kelas. Aku malah sekelas sama anak paling badung waktu SD. Bahkan sebangku. Kebayang kan, the perks of being anak baik nan lugu yang sebangku dengan anak bandel incaran guru-guru.

Ketika masuk SMA, aku bener-bener nggak kenal siapa-siapa. Aku siapa? Aku di mana? Tapi justru itu yang bikin seru. Kenalan sama orang baru. Dapet temen baru. Dan waktu itu, untuk pertama kalinya punya temen sebangku cewek. Jaman SD dan SMP kan malu ya kalau sebangku sama anak cewek. Beda dengan masa SMA. Tapi highlite nya bukan di situ sih. Lebih ke soal “selalu ada yang pertama dalam segala hal”. Dan kalau aku ini tokoh utama dalam sebuah cerita, kisahku ini bakal di mulai dari masa SMA.

View on Path

Tentang Memilih

Biasanya, saya kerap menjadi seorang peragu ketika hendak memilih salah satu dari dua hal atau lebih. Untuk beberapa hal, memilih lebih daripada satu bukanlah tindakan keliru. Namun untuk hal-hal tertentu, ‘memilih’ adalah tentang menunjuk yang itu dan mengeliminasi yang ini.

 
Kalian tentu tahu apa yang sedang saya bicarakan sekarang. Seapatis-apatisnya seseorang–ya, saya–saya adalah bagian dari Orang Indonesia, yang punya hak suara yang sama.
 
Selama ini saya lebih memilih untuk menjadi penonton pasif yang menyuarakan apa pun dalam bentuk kesunyian (sudah pasif, nggak mau ngomong, lagi). Bukan hanya menyadari bahwa saya tidak berkapasitas dalam hal ini, saya juga tidak pernah tertarik terhadap segala hal yang berbau politik. Sampai pada sebulan belakangan ini.
 
Setiap kali membuka laman Facebook, Twitter, sampai Path, saya kerap menemukan postingan-postingan berupa dukungan terhadap Capres 1 dan 2 dengan segala bentuk dan cara mereka. Awalnya, saya pikir, semua itu sama saja dengan kampanye-kampanye yang sudah-sudah. Tapi ternyata jelas berbeda. Pada pemilu tahun 2014 ini hanya menyisihkan dua calon. Dan ternyata, memilih satu dari dua pilihan itu jauh lebih seru dan menegangkan daripada memilih satu dari banyak pilihan.
 
Yang menggelitik saya untuk membuat postingan ini adalah dukungan-dukungan dari para simpatisan masing-masing Capres tersebut. Semakin menarik lagi, dukungan-dukungan itu tidak hanya disuarakan oleh orang-orang yang tidak saya kenal, melainkan juga oleh orang-orang yang cukup saya kenal. Teman saya, bahkan sahabat saya sendiri di antaranya.
 
Saya sangat tertarik untuk mencari tahu kenapa teman saya yang ini mendukung Capres yang itu, dan kenapa teman saya yang itu mendukung Capres yang ini. Saya akui, saya sempat memendam praduga terhadap mereka. Mungkin mereka dibayar. Mungkin mereka melakukan itu demi sebuah kepentingan yang sifatnya personal. Dan sebagainya.
 
Sampai kemudian, saya menelusuri tautan demi tautan yang diposting dari pendukung kedua kubu Capres itu, menonton berita, mencari informasi dari sumber-sumber lainnya, membandingkan, menganalisa, menonton debat Capres, brainstorming dengan Bapak, dan sebagainya. Praduga itu memang tidak bisa hilang sepenuhnya begitu saja. Namun, ada kabar gembira yang lebih signifikan dari kabar tentang kulit manggis yang kini sudah ada ekstraknya. Adalah semangat untuk menyongsong Indonesia yang lebih baik dengan memilih pemimpin terbaik. Dan saya sangat yakin, semangat itulah yang mendasari dan mendorong teman-teman saya untuk menyuarakan dukungan-dukungannya. Kalaupun ada hal-hal yang terkesan negatif di dalamnya, yah… itulah konseksuensi dari segala hal. Selalu ada sisi baik dan sisi buruk. Dan di dalam sisi buruk pun, ternyata masih ada hal-hal lucu yang masih bisa saya anggap sebagai hiburan seru.
 
Pada Pemilu beberapa bulan lalu, saya sempat bingung ketika berada di bilik TPS. Ketiga surat suara itu dipenuhi wajah dan nama yang sangat asing, juga logo-logo partai yang tak satu pun mampu meyakinkan saya untuk memilih. Selama beberapa detik, saya sempat tertegun dan berpikir, “Ngapain bingung-bingung, sih? Pilih yang mana aja, cap cip cup, atau nggak usah milih sama sekali. Emang, suara kamu bakal ngaruh?”
 
Namun saya rasa, pada Pemilu Pilpres tanggal 9 Juli besok, saya sudah tidak akan ragu lagi untuk memilih. Ngaruh atau pun nggak ngaruh, bagi saya, ‘memilih’ adalah satu langkah yang lebih baik dari sekadar menjadi penonton pasif yang menyembunyikan suaranya dalam sunyi. Dan siapa pun Presiden yang terpilih nanti, semoga harapan-harapan terbaik kita bisa mulai teralisasi.
 
Dan semoga setelah 9 Juli terlewati, semua yang sempat terpecah karena masalah satu jari dan dua jari bisa bersatu kembali, membentuk jari-jari yang menggerakkan dan mengokohkan roda negeri ini untuk melaju ke arah yang lebih baik lagi.

Hormones Season 2

Finally! Full poster of #hormonesseason2 \o/

Anak-anak #hormonesthenextgen yg masuk ternyata cuma 5. Dan ada favoritku di situ. Hore!

Btw, about the poster, ini konsepnya emang mirip sama konsep posternya gossip girl juga queer as folk, dan si phi Yong mengakui itu.

Tapi uniknya, kemarin-kemarin itu mereka ngerilis posternya sebagian, di mana yg 5 orang new comer ini nggak dimunculin. Karena, acara #hormonesthenextgen-nya masih berlangsung, dan proses eliminasi masih berjalan. Jadi ga boleh ketauan dulu siapa aja the new five itu.

Dari posternya, udah kebayang ceritanya bakal kayak gimana, nggak sih? Sebatas menerka-nerka aja. Bener atau pun nggak, yg pasti I can’t wait to watch this serial yang katanya bakal mulai tayang tanggal 12 Juli 2014 nanti.

View on Path